Paman dari Denny Januar (17) pelajar SMK Yayasan karya 66 (Yake) yang menjadi korban tewas akibat tawuran di daerah Tebet, mengatakan korban merupakan anak baik, yang aktif berkegiatan positif di lingkungan tempat tinggal.
"Dia anaknya baik, kalem dan setahu saya belum pernah `berantem`. Dia ikut kegiatan marawis dan pengajian di lingkungan rumah," ujar paman korban Tito Fieryadi, dijumpai di Rumah Sakit RSCM, Jakarta, Rabu.
Menurut Tito, Denny merupakan anak tunggal. Denny tinggal bersama ibu dan paman-pamannya yang lain di rumah kawasan Kampung Bali Matraman, Gang Rusa IV, Kelurahan Manggarai Selatan, Kecamatan Tebet.
Tito mengatakan Denny biasanya langsung pulang ke rumah setelah sekolah. Dia mempertanyakan keberadaan Denny di Jalan Sahardjo, Tebet, yang merupakan lokasi tawuran, sebab di sana bukan merupakan arah pulang setelah dari sekolah.
"Saya bingung kok dia bisa ada di situ, tawuran. Itu bukan jalur pulang dari sekolah, dan biasanya dia langsung pulang," kata dia.
Menurut Tito, ibu Denny merupakan orang tua tunggal yang bekerja melakukan riset di sebuah perusahaan. Meskipun begitu, semua paman Denny, selalu ikut membantu mengawasi Denny.
Tito mengatakan jenazah Denny kemungkinan besar baru akan dimakamkan besok, namun tempat pemakaman masih akan dibicarakan dengan keluarga besar.
"Kemungkinan besar besok dimakamkan karena jenazah masih diperiksa. Mungkin dimakamkan di pemakaman Menteng Pulo, karena itu yang paling dekat dari rumah, tapi belum bisa dipastikan," kata dia.
Tito mengharapkan seluruh teman korban bisa mengikhlaskan kepergian Denny. Dia mengimbau teman Denny untuk tetap tenang menyikapi kejadian ini.
"Untuk pihak kepolisian, saya harap bisa mengusut siapa pelakunya hingga tuntas, dan di hukum sesuai dengan perbuatannya. Saya harap ini kejadian ini merupakan kejadian terakhir," kata Tito.
Denny meninggal dunia akibat terluka sabetan senjata tajam, karena terlibat tawuran dengan SMK Kartika Zeni, di Jalan Sahardjo, Tebet, Jakarta, Rabu siang. Denny yang tewas di lokasi tawuran dibawa rekannya dengan menggunakan taksi ke Rumas Sakit RSCM.
ALAWY (SMAN 6)
Korban tawuran antarpelajar, Alawy Yusianto Putra (15) yang adalah siswa SMAN 6 Jakarta akan disemayamkan di rumah duka di Tanggerang.
Alawy adalah korban tewas dalam tawuran maut antardua sekolah berdekatan namun sering terlibat tawuran, SMAN 6 dan SMAN 70, yang keduanya berada di kawasan Blok M, Jakarta Selatan.
Seorang satpam SMAN 6, Cecep Kohar, mengatakan semua pihak sekolah, baik guru maupun murid, sedang menuju rumah duka di Jl. Ciledug Indah II, Jalan Mawar V Blok E, No.10, Karang Tengah Ciledug, Tanggerang.
"Semua sudah menuju ke sana," ujarnya kepada ANTARA News di pelataran SMAN 6 Jakarta, Senin.
Cecep mengatakan tawuran terjadi sekitar pukul 12.00 WIB ketika para pelajar SMAN 6 pulang cepat karena sedang menjalani ulangan semester hari terakhir.
"Biasanya murid-murid pulang pukul 15.10 WIB," kata Cecep.
Baik pelajar maupun guru SMAN 6 enggan dimintai komentarnya, baik mengenai tawuran maupun meninggal dunianya salah seorang siswa sekolah ini.
Hingga pukul 18.00 WIB tadi, keadaan sekitar SMAN 6 sudah, gerbang depan sekolah juga tertutup rapat dan dikunci.
Cecep sendiri mengaku tidak mengetahui persis kejadian dan ujung pangkal tawuran itu. Namun dia menyatakan, Alawy sempat dibawa ke Rumah Sakit Muhammadiyah yang berada tak jauh dari kedua SMA itu, untuk kemudian dibawa ke Rumah Sakit Fatmawati.
Dua satpam berjaga-jaga di dalam sekolah, sementara keadaan di luar sekolah terlihat normal kembali.
Namun dua mobil polisi berjaga di depan sekolah yang terletak di samping Blok M Plaza, Jakarta Selatan, itu.
Di depan sekolah hanya terpampang papan pengumuman bertanda tangan Kepala Sekolah SMAN 6 Kadarwati Mardiutama yang menjelaskan korban bernama Alawy Yusianto Putra kelas X8 telah meninggal dunia pukul 12.15 WIB di RS Muhammadiyah, Jakarta Selatan.
"Hal yang berhubungan dengan penyidikan sudah ditangani kepolisian," tulis Kadarwati dalam pengumuman itu.
RIFAL EDRIYAN S (SMK BOEDI OETOMO)
Tawuran pelajar terjadi lagi. Rifal, 16 tahun, warga Kalideres, Tangerang, Banten, tewas dalam tawuran yang terjadi tadi sore di Jalan KH. Hasim Ashari, Gambir, Jakarta Pusat, itu.Kepala Unit Reserse Kriminal Kepolisian Sektor Metropolitan Gambir Komisaris Taufiq mengatakan korban tewas karena kehabisan darah. Sebelum meninggal pelajar kelas 2 STM Boedi Oetomo itu sempat dilarikan ke Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat.Polisi sudah meminta keterangan tiga orang saksi. "Satu pelajar sudah ditahan, tetapi pelaku utama masih dikejar," kata Taufiq.Putra sulung dari dua bersaudara yang berulang tahun dua hari lagi ini awalnya sedang berada dalam sebuah bus jurusan Senen-Kalideres. Tetapi gerombolan pelajar lainnya menghadang di atas fly over dekat ITC Roxy Mas.
Korban sempat kabur, tetapi terus dikejar. Rifal akhirnya terjatuh dan pelaku langsung menclurit tepat di bagian dada. Para pelaku melarikan diri. Polisi belum menemukan motif pembacokan Rifal yang dikenal sebagai anak pintar dan tidak macam-macam itu.
Sebulan lalu tawuran di Jakarta Pusat juga menyebabkan seorang remaja putri tewas salah tebas. Tawuran tak pandang bulu, terkadang pelaku sama sekali tidak mengenal identitas korban yang akhirnya meninggal di tangannya. Pemicu tawuran pun beraneka ragam mulai dari permusuhan siswa antar sekolah atau sekedar pertengkaran di jejaring sosial dunia maya.
INDRA WIJAYA (SMK SASMITA JAYA PAMULANG)
Nasib naas dialami Indra Wijaya (16). Siswa kelas 2, Sekolah Teknik Menengah (STM) Sasmita, Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel) ini harus rela kehilangan dua jari tangan kanannya akibat salah sasaran dari pelajar yang tawuran di Taman Kota 2, Kecamatan Setu, Jumat (25/5).
Tidak hanya kehilangan dua jari yakni ibu jari dan jari telunjuk bagian kanan, namun kepalanya pun terkena bacok dan lengan kanan terkena luka benda tajam oleh pelajar yang diduga dari sekolah Bhipuri, Kecamatan Serpong. “Jempolnya udah copot, jari telunjuknya juga udah mau putus,” kata Ayu Lestari, teman Indra yang juga siswi STM Sasmita Jaya.
Menurut Ayu yang mendengar cerita dari Indra, saat itu Indra sedang membawa motor menuju rumahnya di Gunung Sindur. Tiba-tiba ia diserang oleh pelajar dari sekolah lain yang sedang tawuran. “Saya nggak tau pasti, karena nggak ada di situ. Dia lagi naik motor mau pulang. Katanya kenanya di Taman Tekno, ada juga yang bilang tiba-tiba dari arah Muncul ke Gunung Sindur ada Tawuran, dia jadi kena sasaran,” kata Ayu.
Ayu mengatakan, saat itu menurut teman-teman di lokasi kejadian, pelajar dari SMK Bhipuri ingin menyerang sekolah Sasmita Jaya, namun belum sampai ke Pamulang, aksi tawuran sudah pecah, sehingga Indra yang melintas harus terkena bacokan di bagian kepala dan tangannya.
Ayu menjelaskan, temannya ini sempat ditolak di rumah sakit daerah Setu. Pihak rumah sakit beralasan tidak ada alat atau fasilitas untuk pengobatan luka yang diderita korban. Akhirnya, korban harus dibawa ke Rumah Sakit Eka Hospital Serpong, pukul 15.00 Wib. “Saya mengunakan motor bersama teman saya untuk membawa Indra ke Rumah sakit Eka Hospital,” ungkapnya.
Sementara itu, Rio, paman korban saat ditemui di RS Eka hospital mengatakan, Indra selama ini tidak pernah terlibat tawuran. Justru keponakannya itu selalu pulang tepat waktu ke rumahnya di Gunung Sindur, RT 02/03, Bogor.
“Saya dikabarin temennya, langsung ke sini (RS,Red). Katanya sih kecelakaan, eh ternyata bukan. Sampai sini kaget ternyata dia (Indra-red) menjadi salah satu korban tawuran pelajar. Keponakan saya ini (Indra-red) merupakan anak yang nurut, pulangnya selalu tepat waktu,” kata Rio kepada wartawan.
Menurut Rio, akibat luka yang diderita, keponakannya itu pun harus menjalani operasi. Ia sangat khawatir karena kedua jari korban yang putus adalah di tangan kanannya. “Saya nggak kuat lihat tangan dia. Kata dokter, urat syarafnya sudah mati dan putus, nggak bisa disambung lagi. Saya khawatir karena ini tangan kanannya yang kena,” tukas pria itu.
Menurut keterangan pihak dokter, sambung Rio, Indra harus melakukan operasi, namun dirinya tidak tahu apakah operasi ini penyambungan jari tangannya atau tidak dengan meminta biaya yang besar yakni Rp30 juta. “Saya sangat mengeluhkan biaya operasi yang mahal dari Rumah Sakit Eka Hospital,” keluhnya.
Dirinya bersama keluarga berencana memindahkan Indra ke rumah sakit yang biaya pengobatannya terjangkau. “Kami tidak sanggup kalau harus membayar biaya mahal hingga Rp30 juta,” katanya.
Sementara, saat ditemui di UGD oleh wartawan, pihak RS Eka Hospital tidak bisa dimintai konfirmasinya.Selain itu, wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya sempat ditegur Satpam. Padahal wartawan hanya ingin menanyai pihak keluarga yang berada di luar UGD.
Tidak hanya kehilangan dua jari yakni ibu jari dan jari telunjuk bagian kanan, namun kepalanya pun terkena bacok dan lengan kanan terkena luka benda tajam oleh pelajar yang diduga dari sekolah Bhipuri, Kecamatan Serpong. “Jempolnya udah copot, jari telunjuknya juga udah mau putus,” kata Ayu Lestari, teman Indra yang juga siswi STM Sasmita Jaya.
Menurut Ayu yang mendengar cerita dari Indra, saat itu Indra sedang membawa motor menuju rumahnya di Gunung Sindur. Tiba-tiba ia diserang oleh pelajar dari sekolah lain yang sedang tawuran. “Saya nggak tau pasti, karena nggak ada di situ. Dia lagi naik motor mau pulang. Katanya kenanya di Taman Tekno, ada juga yang bilang tiba-tiba dari arah Muncul ke Gunung Sindur ada Tawuran, dia jadi kena sasaran,” kata Ayu.
Ayu mengatakan, saat itu menurut teman-teman di lokasi kejadian, pelajar dari SMK Bhipuri ingin menyerang sekolah Sasmita Jaya, namun belum sampai ke Pamulang, aksi tawuran sudah pecah, sehingga Indra yang melintas harus terkena bacokan di bagian kepala dan tangannya.
Ayu menjelaskan, temannya ini sempat ditolak di rumah sakit daerah Setu. Pihak rumah sakit beralasan tidak ada alat atau fasilitas untuk pengobatan luka yang diderita korban. Akhirnya, korban harus dibawa ke Rumah Sakit Eka Hospital Serpong, pukul 15.00 Wib. “Saya mengunakan motor bersama teman saya untuk membawa Indra ke Rumah sakit Eka Hospital,” ungkapnya.
Sementara itu, Rio, paman korban saat ditemui di RS Eka hospital mengatakan, Indra selama ini tidak pernah terlibat tawuran. Justru keponakannya itu selalu pulang tepat waktu ke rumahnya di Gunung Sindur, RT 02/03, Bogor.
“Saya dikabarin temennya, langsung ke sini (RS,Red). Katanya sih kecelakaan, eh ternyata bukan. Sampai sini kaget ternyata dia (Indra-red) menjadi salah satu korban tawuran pelajar. Keponakan saya ini (Indra-red) merupakan anak yang nurut, pulangnya selalu tepat waktu,” kata Rio kepada wartawan.
Menurut Rio, akibat luka yang diderita, keponakannya itu pun harus menjalani operasi. Ia sangat khawatir karena kedua jari korban yang putus adalah di tangan kanannya. “Saya nggak kuat lihat tangan dia. Kata dokter, urat syarafnya sudah mati dan putus, nggak bisa disambung lagi. Saya khawatir karena ini tangan kanannya yang kena,” tukas pria itu.
Menurut keterangan pihak dokter, sambung Rio, Indra harus melakukan operasi, namun dirinya tidak tahu apakah operasi ini penyambungan jari tangannya atau tidak dengan meminta biaya yang besar yakni Rp30 juta. “Saya sangat mengeluhkan biaya operasi yang mahal dari Rumah Sakit Eka Hospital,” keluhnya.
Dirinya bersama keluarga berencana memindahkan Indra ke rumah sakit yang biaya pengobatannya terjangkau. “Kami tidak sanggup kalau harus membayar biaya mahal hingga Rp30 juta,” katanya.
Sementara, saat ditemui di UGD oleh wartawan, pihak RS Eka Hospital tidak bisa dimintai konfirmasinya.Selain itu, wartawan yang sedang melakukan tugas jurnalistiknya sempat ditegur Satpam. Padahal wartawan hanya ingin menanyai pihak keluarga yang berada di luar UGD.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar